Bab I
Pendahuluan
Bank Syari’ah di
Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia begitu
lambat. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional
dalam artian, belum Memiliki standar dari bank Syari’ah sendiri, karena bank Syari’ah
berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi
barat terutama ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah kali ini tidak akan membahas tentang mengapa bank
konvensional Indonesia beralih kepada bank Syari’ah, tetapi kami membahas bank Syari’ah
secara umum.
Secara umum ada
beberapa karakteristik yang membedakan antara bank Syari’ah dengan bank
konvensional :
1.
Bank Syari’ah tidak menggunakan bunga
2.
Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3.
Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk
disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al
Qur’an
Pada point
pertama, dalam bank Syari’ah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan
konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi
hasil keuntungan tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para
penabung pun akan rugi. Bank Syari’ah juga tidak serta merta meminjamkan
sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi
hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli
(murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Bank dan Syari’ah
2.1.1. Pengertian Bank
Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa bank itu adalah tempat
menabung,menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan.
Berikut akan disampaikan dua definisi bank, sebagai berikut:
·
Menurut UU no 10 tahun 1998, tentang perbankan
menyatakan: bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
·
Menurut Prof. G.M.Verryn Stuart mendefinisikan
bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik
dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang
lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang
giral.
Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan
pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
2.1.1. Pengertian Bank Syari’ah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang
mengurus uang, menerima simpanan dan member pinjaman dengan memungut bunga, dan
Syari’ah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan,
berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bias diakal-akali oleh
manusia sekalipun. Jadi Bank Syari’ah ialah Bank yang berfungsi sebagaimana
fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam.
Pengertian Bank Syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam
operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syari’ah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pengertian
bank Syari’ah menurut para ahli
Schaik (2001):
Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern
yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama
Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan
keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya
Sudarsono (2004):
Bank Syari’ahadalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip Syari’ah
Muhammad (2002) dalam Donna (2006):
adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
sesuai dengan prinsip syariat Islam.
2.2 Sejarah
Perbankan Syari’ah
2.2.1 Sejarah Dunia
Perbankan
Syari’ah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di
kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967,
dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa dengan Mesir.Bank-bank
ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi
pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih
di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikian dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan
secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada Syari’ah Islam.
Di
belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975),
Faisal Islamic of Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain
Islamic Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun
1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
memunaikan ibadah haji.
2.2.2 Sejarah Indonesia
Walaupun
di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin
pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank
cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan
sebenarnya kajian tentang perbankan Syari’ah sudah muncul sejak tahun 1980-an
namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum
dijelaskan tentang bank Syari’ah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10
Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank Syari’ah semakin kuat
Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir
tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB
kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank Syari’ah di
Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang
Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Hingga
tahun 2007 terdapat 3 institusi bank Syari’ah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syari’ah Mandiri dan Bank Mega Syari’ah. Sementara itu bank
umum yang telah memiliki unit usaha Syari’ah adalah 19 bank di antaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero). System Syari’ah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan
Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syari’ah.
Dengan
telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah
yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan Syari’ah
nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun
dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan Syari’ah
dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
2.3 Prinsip
Bank Syari’ah
Prinsip
Syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan Syari’ah.
Beberapa
Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan Syari’ah antara lain:
·
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang
berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan
·
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan
kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana
·
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang
dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena
tidak memiliki nilai intrinsic
·
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak
diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan
mereka peroleh dari sebuah transaksi
·
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha
yang tidak diharamkan pada Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh
didanai oleh perbankan Syari’ah
Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi
Islam yang menjiwai bank Syari’ah,
yaitu:
1.
keadilan, kesamaan
dan solidaritas
2.
larangan terhadap
objek dan makhluk
3.
pengakuan kekayaan
intelektual
4.
harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan
baik (fair way)
5.
tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6.
kondisi umum dari
kredit
7.
dualiti risiko
Kondisi umum
dari kredit meliputi:
a)
peminjam yang
mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh
waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan
b)
terdapat beberapa perbedaan
pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang
berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat
bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya
dari pembiayaan di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit(liability)
2.4 Produk
Perbankan Syari’ah
2.4.1 Penghimpun Dana
a.
Giro Syari’ah
Giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/ bilyet giro,
atau dengan cara pemindahbukuan.
b.
Tabungan Syari’ah
Tabungan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
c.
Deposito Syari’ah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah
dengan bank.
2.4.2 Penyaluran Dana
a.
Akad Mudharabah (bagi hasil)
Transaksi yang penanaman dana dari
pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai Syari’ah,
dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati.
b.
Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua
atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai Syari’ah
dnegan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal
masing-masing.
c.
Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang
sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak,
dimana pihak penjual menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada
pembeli atau konsumen.
Mudharabah
berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan.Istilah ini
biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka
menggunakan istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah,
kata dharb disini lebih tepat diartikan pada proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara teknis, mudharabah
didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka
keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan
prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal
perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian
tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian
mudharib (character risk).

Jenis-Jenis Mudharabah
1. Mudharabah
Mutlaqah
Jenis
mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha,
waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia
mengelola modal tersebut.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Adalah
jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu
misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan
dalam waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat
dan sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).
d.
Akad Salam
Transaksi jual beli barang dengan
cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih
dahulu secara penuh.
e.
Akad Istishna
Transaksi jual beli dengan cara
pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Definisi Menurut Fatwa DSN MUI;
Akad jual beli
dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)
Jenis Akad Istishna :
1.
Langsung : Pemesan<->Penjual
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan
penjual (pembuat/shani’)
2.
Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔
subkontraktor
Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk
memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan
pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan.
Syarat : tidak terjadi ta’alluq.
Rukun
Akad Istishna
1. Pelaku terdiri
atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)
2. Objek akad
berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3.
Ijab kabul/serah terima
f.
Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu
barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan hak pakai untuk
mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan.
Transaksi terhadap suatu manfa’at
tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan imbalan tertentu .
Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan materi/benda, dapat berupa
manfaat/nilai .
Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal)
bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti shalat, puasa. Tetapi bersifat
fardu kifayah .
Ijarah memiliki beberapa
ketentuan:
1.
Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum
2.
Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk
melakukan ijarah dan tidak terpaksa
3.
Manfaat objek diketahui secara jelas
4.
Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya
sendiri atau untuk orang lain baik dengan cara menyewakannya atau meminjamkan
5.
Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan
secara langsung
6.
Objek Ijarah adalah halal
Akad Ijarah Berakhir;
•
Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam
•
Habis masa waktunya
•
Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada
ahli warisnya
•
Objek disita, pailit
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:
a.
Ijarah
yang
berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah
sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir,
pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
b.
Ijarah
yang
berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai
dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis
konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak
yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa
disebut ujrah.
Adapun yang menjadi
dasar hukum ijarah adalah :
a.
Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32

Artinya :Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagaian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagaian yang lain.
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan .
b.
Al-Qur’an
surat al-Baqarah : 233 :

Artinya :Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.
g.
Akad Qaradh
Transaksi pinjam meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman sekaligus
atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
2.4.3 Pelayanan Jasa
A. Letter of credit (L/C)
impor Syari’ah
L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh
bank atas permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
B. Bank Garansi Syari’ah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan
atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada
pihak ketiga dimaksud.
C. Penukaran Valuta Asing
(sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau
mejual kepada nasabah.
2.5 Perbedaan
bank Syari’ah dan bank konvensional

- Perbedaan
Bank Syariah dan Bank Konvensional
·
Bank atau
perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan
memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain.
Bank Konvensional
1)
Melakukan investasi
yang halal dan haram.
2)
Memakai perangkat
bunga.
3)
Profit oriented .
4)
Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.
5)
Tidak terdapat
dewan sejenis (DPS).
Bank Syari’ah
1)
Melakukan investasi-investasi
yang halal saja.
2)
Berdasarkan
prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.
3)
Berorientasi pada
keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran serta kebahagian dunia akhirat (
falah )
4)
Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5)
Penghimpunan dan
penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank
Konvensional Bank syariah
- Perbedaan
Bunga dan Bagi Hasil
1)
Bunga
a)
Penentuan bunga
dibuat pada waktu akad dgn asumsi harus selalu untung.
b)
Besarnya
persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yg dipinjamkan.
c)
Pembayaran bunga
tetap seperti yg dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yg dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi.
d)
Jumlah pembayaran
bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi
sedang ‘booming’
e)
Eksistensi bunga
diragukan --bahkan dilarang-- oleh semua agama termasuk Islam.
2)
BAGI HASIL
a)
Penentuan
besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
b)
Besarnya rasio
bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yg diperoleh.
c)
Bagi hasil
tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan.
d)
Jumlah pembagian
laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e)
Tidak ada yang
meragukan kebsahan bagi hasil.
- Hukum Bunga
Bank
·
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang BUNGA (INTEREST/FAIDAH)
·
Pertama :
Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1.
Bunga
(Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang
(al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara
pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2.
Riba adalah
tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yg terjadi karena penagguhan dalam pembayaran
yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
·
Kedua : Hukum
Bunga (interest)
1.
Praktek
pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW, yakni Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang
ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
2.
Praktek
Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,
Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan
oleh individu.
·
Ketiga :
Bermu’amalah dengan lembaga keuangan konvensional
1.
Untuk wilayah
yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau,
tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2.
Untuk wilayah
yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah, diperbolehkan
melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan
prinsip dharurat/hajat.
2.6 Produk
bank Syari’ah
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah
atau dikenal dengan nama
titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan
saja bila si penitip menghendaki.
a. Penerima simpanan disebut yadal-amanah
yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab
atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang titipan.
b. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu
meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang
menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip
yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan
penanggung).
c. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad
adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan
uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.
d. Sebagai imbalan kepada pemilik dana
disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya
seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang
untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus,
dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase
dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa
berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya
diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah
ditetapkan.
e. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul
maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah
sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk
simpanan deposito.
2. Pembiayaan
dengan bagi basil
a.
Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing
pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik
perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.Dalam hal ini nasabah yang
dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek
tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank
setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah
dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan
modal ventura.
b. AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabahadalah akad kerja sama
antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak
lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan
kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
1) mudharabah muthlaqahmerupakan kerja sama antara pihak pertama
dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu,
spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
2) mudharabah muqayyadahmerupakan kebalikan dari mudharabah
muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan
daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabahbiasanya diaplikasikan
pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja.Dana
untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka
seperti tabungan haji atau tabungan kurban.Dana juga dapat dilakukan dari
deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha
tertentu.
c. Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah
kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik
lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan
imbalan bagian tertentu dari hasil panen.Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil
panen.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan
bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas
penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka
sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi
tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap.
3. Bai'al
Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan
jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam
hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli
ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok
barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar
Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-.Kegiatan Bai'al-Murabahah ini
baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan
pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk
barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter
of credit atau lebih dikenal
dengan nama L/C.
Sebagai contoh Ny. Pariani
memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syari’ah Tanjung Pandan
yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syari’ah Tanjung Pandan
mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka
harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika
nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per
bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syari’ah Tanjung
Pandan.
4. Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian
barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di
muka.Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis,
kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Sebagai contoh seorang petani
lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana
sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syari’ah Toboali menyetujui dan
melakukan akad di mana Bank Syari’ah Toboali akan membeli hasil lada tersebut
sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani
harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syari’ah Toboali dapat
menjual lada tersebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp
25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000,
= Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syari’ah
Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi
modal yang diberikan oleh Bank Syari’ah Toboali yaitu Rp 250.000.000,
dikurangi Rp 200.000.000,-.
5. Bai'Al
istishna'
Bai' Al istishna' merupakan
bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al
istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam.Pengertian Bai' Al
istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).Kedua
belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan
sistem pembayaran.Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem
pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di
belakang.
CV. Sungai Layang yang bergerak
dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat
sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan
kepada Bank Syari’ah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp
85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu
dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syari’ah Koba tidak tahu
berapa biaya pokok produksi. CV. Sungai Layang hanya memberikan keuntungan Rp
5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,-
yang diperoleh dari hitungan:
Rp 60.000.000,-

Rp 85.000,-
Bank Syari’ah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai
Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat
dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syari’ah Koba menawar harga
Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan
keuntungan keseluruhan adalah :
Rp
60.000.000,-

Rp 86.000,
6. Al-Ijarah
(Leasing)
Pengertian
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri.Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing,
baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah
(Amanat)
Wakalah atau
wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu
pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah
disepakati oleh si pemberi mandat.
8. Al-Kafalah
(Garansi)
Al-Kafalah
merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia
perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah
merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu
pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn
merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya.Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan
utang atau gadai.
Bab III
Kesimpulan
Bank
Syari’ah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan
hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan
kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim.
Di
Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum
keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank Syari’ah.
Merkur Slots Machines - SEGATIC PLAY - Singapore
BalasHapusMerkur Slot deccasino Machines. 5 star rating. The Merkur Casino game was the first to feature wooricasinos.info video slots septcasino in novcasino the entire https://septcasino.com/review/merit-casino/ casino,